Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materi Pasal 8 Undang-Undang Pers pada Senin (10/11/2025) untuk mendengarkan keterangan ahli dan saksi terkait perlindungan hukum bagi wartawan. Sidang ini menyoroti perlunya perlindungan nyata bagi wartawan di lapangan, bukan hanya sekadar norma hukum.
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, sebagai pihak terkait, menegaskan bahwa perlindungan wartawan harus diimplementasikan secara efektif.
Ahli hukum pidana, Dr. Albert Aries, berpendapat bahwa Pasal 8 UU Pers perlu dipertegas untuk memberikan kepastian hukum bagi wartawan yang bekerja dengan itikad baik dan mematuhi kode etik jurnalistik. Ia mengusulkan agar jurnalis memiliki perlindungan hukum khusus atau imunitas terbatas, serupa dengan profesi lain seperti advokat, notaris, atau anggota BPK.
Seorang jurnalis foto, Moh. Adimaja, yang menjadi saksi pemohon, menceritakan pengalamannya mengalami kekerasan fisik saat meliput demonstrasi di Jakarta dan mengaku belum merasakan perlindungan hukum yang nyata dari Pasal 8 UU Pers.
Hakim Konstitusi Prof. Arief Hidayat mengingatkan bahwa imunitas profesi wartawan tidak boleh bersifat absolut dan menekankan pentingnya itikad baik sebagai tolok ukur utama dalam perlindungan wartawan.
PWI Pusat menilai Pasal 8 UU Pers konstitusional, namun pelaksanaannya masih lemah di tingkat penegakan hukum. PWI juga menekankan pentingnya koordinasi antara Dewan Pers, aparat penegak hukum, dan organisasi profesi wartawan dalam membangun mekanisme perlindungan yang cepat dan efektif.
Sidang selanjutnya dijadwalkan pada 24 November 2025 untuk mendengarkan keterangan ahli dari Presiden.








Komentar