Agam – Masyarakat diimbau untuk lebih proaktif dalam pengawasan konten digital anak di tengah masifnya penggunaan platform daring seperti YouTube, TikTok, dan layanan Over The Top (OTT) lainnya.
Seruan ini disampaikan oleh Pemerhati Penyiaran Ramah Anak Kabupaten Agam, Triana Maharani, pada Jumat (11/7/2025).
Triana Maharani menekankan pentingnya peran serta masyarakat agar ruang digital tidak menjadi sarana penyebaran konten yang melanggar nilai sosial, etika, atau bahkan membahayakan anak-anak.
Menurutnya, dunia penyiaran masa kini tengah menghadapi gelombang transformasi digital yang tak terbendung, dan generasi muda semakin terpaku pada layar ponsel.
Ia menambahkan banyak konten digital saat ini yang lolos dari pengawasan ketat, berpotensi memicu kerentanan sosial.
“Hal ini mencakup berbagai jenis konten, mulai dari konten prank yang mempermalukan orang, kekerasan terselubung, hingga konten seksual samar-samar yang dikemas untuk mengejar popularitas di media sosial,” jelasnya.
Ia menyatakan bahwa banyak konten yang sejatinya tidak sesuai norma sosial atau tidak ramah anak lolos begitu saja ke hadapan publik, sehingga tanpa pengawasan memadai, konten semacam itu berpotensi menciptakan kerentanan sosial yang lebih luas.
Kondisi ini, menurut Triana Maharani, tidak dapat hanya dibebankan kepada lembaga pengawas seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Masyarakat didorong untuk berani terlibat aktif dalam menjaga ruang digital agar tetap sehat dan aman, terutama bagi generasi muda.
Ia menyoroti bahwa batas antara penyiaran konvensional dan digital kini semakin tipis, bahkan nyaris menghilang, di mana apa yang dulu hanya tersaji lewat televisi kini dapat diakses kapan saja melalui internet.
Salah satu langkah penting yang diusulkan oleh Triana Maharani adalah mendorong masyarakat untuk memanfaatkan kanal pengaduan publik.
Ia mendukung adanya teknologi pengaduan modern berbasis aplikasi, chatbot, atau kecerdasan buatan (AI) selain nomor hotline telepon, agar masyarakat lebih mudah melaporkan konten digital yang bermasalah.
“Dengan literasi digital yang memadai, masyarakat, terutama orang tua dan guru, akan mampu mengenali konten berbahaya serta bijak dalam menggunakan teknologi,” katanya.
Triana menegaskan benteng utama pengawasan moral tetap ada di rumah, di tangan para orang tua, karena dunia digital, bagaimanapun, memiliki dua sisi: dapat membawa manfaat besar, tetapi juga risiko besar.
Ia mendorong adanya kerja sama multi-pihak dalam penyusunan pedoman konten digital. Pedoman ini diharapkan dapat menjadi rambu moral sekaligus tekanan sosial agar platform digital memikul tanggung jawab terhadap isi siaran mereka.
Menurutnya, hanya melalui kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, lembaga pengawas, dan platform digital itu sendiri, ekosistem digital yang aman dan sehat dapat terwujud.
Ia meyakini bahwa dunia digital tak bisa dihadapi semata-mata dengan pendekatan hukum, sebab ada batas-batas yang hanya bisa disentuh oleh kesadaran bersama, oleh karena itu, ia percaya pendekatan kolaboratif adalah kunci.






