Perjalanan Spiritual Djibril Cisse: Lahir dari Keluarga Muslim, Pindah Agama, Jadi Kontroversi di Pantai Gading

Jakarta – Legenda sepak bola Prancis, Djibril Cisse, membuat keputusan besar dalam hidupnya di usia 15 tahun dengan memilih memeluk agama Kristen (Katolik), setelah sebelumnya lahir dari keluarga Muslim. Keputusan ini menjadi bagian dari perjalanan spiritualnya yang mendalam, selain dikenal lewat prestasinya di lapangan hijau, terutama saat membela Liverpool.

Perjalanan spiritual Cisse bermula saat ia masuk ke pusat pelatihan di Nîmes, Prancis. Di sana, ia mengikuti kelas-kelas katekisasi karena rasa ingin tahu, bukan karena paksaan. “J’étais pas obligé … j’étais curieux. … Mon père était parti donc je n’avais pas de modèle religieux … j’ai dit ‘pourquoi pas’ … J’ai vraiment accroché,” ungkap Cisse, yang berarti, “Saya tidak dipaksa, saya hanya penasaran… Ayah saya sudah meninggal dunia, jadi saya tidak punya panutan agama… lalu saya berpikir ‘kenapa tidak’… dan saya benar-benar menyukai itu.”

Perasaan tersebut membawa Cisse pada kesadaran bahwa agama yang sesuai untuknya bukanlah Islam, melainkan Katolik. Pada usia 15 tahun, Cisse mengaku kepada ibunya, “A 15 ans, je l’ai dit à ma mère, … ‘Je pense que j’ai trouvé ma religion, ce n’est pas l’islam’ et ma mère a compris,” yang berarti, “Di usia 15 tahun, saya mengatakan kepada ibu saya, ‘Saya pikir saya telah menemukan agama saya, itu bukan Islam’ dan ibu saya mengerti.” Ucapan tulusnya itu diterima dengan pengertian oleh sang ibu, yang mendukung kebebasan Cisse memilih jalan spiritualnya sendiri.

Proses konversi Cisse sempat menuai komentar, terutama dari masyarakat asalnya, Pantai Gading. Di sana, keputusan ini kurang diterima. “Ce n’est pas très bien vu … J’ai expliqué aux gens qui méritaient l’explication, ils ont compris … ils ont accepté,” ujar Cisse. Namun, Cisse bersikap tegas bahwa kepindahan agamanya adalah urusan pribadinya, tidak membahayakan siapa pun. Ia pun tetap menghormati norma setempat saat kembali ke Pantai Gading dengan menutup tato dan berpakaian sopan.

Dalam autobiografinya, Un lion ne meurt jamais, Cisse menjelaskan bahwa bukan ia yang “berpindah agama”, melainkan ia satu-satunya anak yang sebenarnya mengenal ajaran Katolik sejak kecil. Ayahnya sudah lama meninggal, dan ibunya memberi kebebasan kepada anak-anaknya dalam hal kepercayaan. Setelah merasakan ajaran Katolik pertama kali, ia merasa ajaran itu tetap bersamanya sejak saat itu.

Perjalanan spiritual Djibril Cisse mencerminkan kisah seseorang yang mencari dan memilih agama sesuai kebutuhan batinnya, bukan karena tekanan. Keputusannya didasari keingintahuan, pembelajaran, dan kejujuran kepada diri sendiri. Di saat banyak orang mempersoalkan-terutama dari latar agama dan budaya-Cisse menunjukkan contoh keberanian memilih keyakinan tanpa menyakiti pihak lain.

Komentar