Penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) baru-baru ini diharapkan dapat merangsang pertumbuhan ekonomi di seluruh Indonesia, termasuk di Sumatera Barat. Bank Nagari, sebagai salah satu bank daerah di Sumbar, menyambut baik kebijakan ini dengan rencana untuk menurunkan bunga kreditnya. Meskipun kebijakan ini dianggap sebagai stimulus ekonomi yang dapat meningkatkan konsumsi dan investasi, ada pertanyaan mendasar mengenai seberapa besar dampaknya dalam mengatasi kemiskinan dan menurunkan pengangguran, terutama di kalangan masyarakat yang kurang mampu yang selama ini kesulitan mengakses kredit formal.
Secara teori, suku bunga yang lebih rendah seharusnya mempermudah masyarakat dalam mengakses pinjaman dan meningkatkan likuiditas di pasar. Hal ini dapat mendorong konsumsi rumah tangga dan investasi bisnis kecil, yang pada akhirnya dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi. Namun, tantangan yang dihadapi di tingkat akar rumput adalah bagaimana kebijakan ini dapat dirasakan oleh masyarakat yang paling membutuhkan, terutama masyarakat miskin. Di Sumatera Barat, kelompok masyarakat miskin sering kali menghadapi kesulitan dalam mengakses kredit dari lembaga formal seperti bank. Mereka sering terhambat oleh persyaratan administratif yang rumit, kurangnya jaminan, dan rendahnya tingkat literasi keuangan. Akibatnya, mereka lebih sering berurusan dengan rentenir yang menawarkan pinjaman dengan bunga tinggi, meskipun pada akhirnya merugikan mereka.
Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun suku bunga BI diturunkan, hal tersebut tidak serta merta menyelesaikan masalah kemiskinan. Bank Nagari, sebagai bank milik daerah, memiliki peran strategis dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sumatera Barat. Dalam konteks sosial dan budaya Sumbar, prinsip-prinsip ABS-SBK (Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah) seharusnya menjadi dasar dalam kebijakan ekonomi dan perbankan daerah. Selama rentenir masih ada, prinsip ABS-SBK belum sepenuhnya diimplementasikan dalam sistem ekonomi daerah.
Bank Nagari seharusnya menjadi garda terdepan dalam mengatasi praktik rentenir yang merugikan. Tugas ini bukan hanya sekadar bisnis, tetapi juga misi sosial yang sejalan dengan visi dan nilai-nilai masyarakat Sumbar. Bank Nagari harus mampu menyediakan akses kredit yang lebih inklusif dengan bunga yang terjangkau dan persyaratan yang tidak memberatkan masyarakat miskin. Hal ini dapat dilakukan melalui skema kredit mikro, program pembiayaan syariah, atau produk keuangan lain yang dirancang khusus untuk kelompok rentan.
Direktur Utama Bank Nagari, Gusti Candra, menyatakan bahwa penyesuaian kebijakan bank terhadap suku bunga acuan akan dilakukan secara bertahap, dengan mempertimbangkan mekanisme pasar dan hukum penawaran dan permintaan. Meskipun pernyataan ini logis dari sudut pandang ekonomi, jika penyesuaian ini terlalu lambat, maka peluang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi dan investasi dapat terhambat. Bank Nagari harus memastikan bahwa kebijakan-kebijakannya tidak hanya sejalan dengan mekanisme pasar, tetapi juga dengan kebutuhan sosial.
Sebagai bank daerah yang beroperasi di bawah semangat ABS-SBK, strategi bisnis Bank Nagari seharusnya tidak hanya berfokus pada pertumbuhan kredit dan keuntungan, tetapi juga berperan aktif dalam memerangi praktik rentenir yang merugikan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat jaringan keuangan inklusif yang memberikan solusi bagi masyarakat miskin.
Target pertumbuhan kredit Bank Nagari yang moderat sebesar 8 persen pada tahun ini adalah langkah positif dalam mendukung pemulihan ekonomi. Namun, agar pertumbuhan ini dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk mereka yang kesulitan mengakses layanan perbankan, Bank Nagari harus memastikan akses kredit yang lebih luas. Suku bunga rendah memang menjadi salah satu faktor pendorong, tetapi kemudahan syarat administrasi dan edukasi keuangan juga harus menjadi prioritas.
Dengan demikian, kebijakan penurunan suku bunga yang dilakukan BI dan respons positif dari Bank Nagari perlu dilihat dari perspektif yang lebih luas. Bank Nagari harus mampu menjadi agen perubahan yang tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mewujudkan keadilan sosial sesuai dengan nilai-nilai ABS-SBK yang dianut masyarakat Sumatera Barat. Hanya dengan cara ini, praktik rentenir dapat dihilangkan, dan masyarakat miskin dapat benar-benar terbebas dari jeratan kemiskinan yang mereka hadapi selama ini