Sijunjung – Tim mahasiswa Universitas Negeri Padang (UNP) meneliti pengelolaan hutan berbasis masyarakat di Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Penelitian ini menyoroti peran kearifan lokal dan teknologi GIS dalam menjaga kelestarian Rimbo Larangan.
Fokus utama penelitian adalah Rimbo Larangan, hutan adat seluas 4.500 hektare di Nagari Paru. Tim PKM-RSH UNP mendalami bagaimana masyarakat setempat melestarikan hutan secara berkelanjutan.
Ketua tim PKM-RSH, Qoori Nadhilah, menjelaskan bahwa penelitian ini bertujuan mendokumentasikan nilai-nilai kearifan lokal. Tim juga menggunakan GIS untuk memetakan kondisi Rimbo Larangan dan memprediksi perubahan lahan.
Masyarakat Nagari Paru telah lama menjaga Rimbo Larangan dari penebangan liar dan perburuan. Aturan adat diperkuat dengan Peraturan Nagari tahun 2001 dan pengakuan Perhutanan Sosial dari Kementerian Kehutanan tahun 2014.
Wali Nagari Paru, Iskandar, mengatakan pengelolaan hutan dilakukan melalui kolaborasi antara masyarakat adat dan pemerintah. Pengawasan rutin dilakukan setiap 15 hari oleh Tuo Rimbo, Polisi Kehutanan, dan Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN).
Sahirman Lelo, tokoh masyarakat yang dikenal sebagai Tuo Rimbo, telah menjaga hutan sejak 1980-an. Ketegasannya dalam melindungi Rimbo Larangan membuatnya dihormati sebagai penjaga hutan hingga kini.
Pelanggar aturan adat dikenai sanksi berupa denda. Namun, masyarakat tetap diperbolehkan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu seperti rotan, madu, dan damar untuk mendukung ekonomi.
Nagari Paru menerima penghargaan Kalpataru dari Presiden Republik Indonesia pada tahun 2017 atas keberhasilan menjaga hutan. Rimbo Larangan bukan hanya hutan, tetapi juga sumber air, sumber kehidupan, dan warisan bagi generasi mendatang.






Komentar