Jakarta – Pemerintah memberlakukan kebijakan efisiensi anggaran pada tahun 2025 dengan target penghematan mencapai Rp306,695 triliun. Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 mengarahkan pemangkasan anggaran di berbagai sektor, termasuk kementerian, lembaga, transfer daerah, dan APBD.
Kebijakan ini diambil sebagai respons terhadap defisit anggaran negara tahun 2025 yang diperkirakan mencapai Rp616,2 triliun atau 2,53% dari PDB. Data Kementerian Keuangan menunjukkan realisasi belanja pemerintah pusat dan daerah pada tahun 2023 belum optimal.
Namun, efisiensi anggaran ini berpotensi menimbulkan dampak kompleks, terutama pada sektor pendidikan dan kesehatan. Studi menunjukkan pemotongan anggaran pendidikan dapat membatasi akses bagi masyarakat kurang mampu dan mengancam program beasiswa.
Di sektor kesehatan, efisiensi anggaran berpotensi mengurangi akses layanan, terutama di daerah terpencil, serta memicu migrasi tenaga kesehatan ke kota besar.
Penelitian lain menemukan bahwa pembangunan ekonomi cenderung memperlebar kesenjangan antardaerah. Efisiensi belanja pendidikan terbukti positif terhadap PDRB, namun efisiensi belanja ekonomi berdampak negatif.
Kebijakan ini juga memicu kontroversi terkait RUU Minerba yang mengizinkan perguruan tinggi mengelola tambang, menimbulkan kekhawatiran akan konflik kepentingan dan komersialisasi sumber daya alam.
Kebijakan efisiensi anggaran 2025 mencerminkan dilema antara penghematan fiskal jangka pendek dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat jangka panjang. Pelaksanaannya memerlukan kehati-hatian, perencanaan matang, dan keadilan sosial.
Komentar