Dok. Undhari Langgam.id – Isu mengenai politik uang kembali menjadi sorotan dalam Diskusi Publik yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum dan Ekonomi Bisnis (FHEB) Universitas Dharmas Indonesia (Undhari) pada Minggu (22/9/2024). Diskusi yang mengangkat tema “Politik Uang VS Masa Depan Demokrasi: Bisakah Kita Memutus Rantai Ketergantungan?” ini menghadirkan berbagai pakar, aktivis, dan pengawas pemilu yang membahas secara mendalam praktik-praktik tidak sehat dalam pemilihan umum yang mengancam demokrasi di Indonesia.
Dalam sambutannya, Wakil Rektor III Undhari, Amar Salahuddin, menekankan pentingnya menjaga demokrasi yang berintegritas dan peran kampus dalam membentuk generasi yang kritis. “Undhari adalah kawah candradimuka, tempat kita bersama-sama mencari solusi terhadap persoalan bangsa, termasuk praktik politik uang yang kian marak,” ungkap Amar, yang membangkitkan semangat diskusi.
Para narasumber yang hadir, termasuk Harry Efendi dari Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat (KMSS), Samaratul Fuad dari Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), dan Maradis dari Bawaslu Kabupaten Dharmasraya, mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap fenomena politik uang yang dianggap sebagai ancaman serius bagi masa depan demokrasi, terutama di daerah.
Harry Efendi, aktivis KMSS, mengkritik keras partai politik yang dianggap tidak menjalankan perannya sebagai penjaga demokrasi. “Fenomena kotak kosong dalam Pilkada Dharmasraya adalah bukti nyata bahwa partai politik sudah berubah menjadi kartel kekuasaan, bukan lagi sebagai penjaga aspirasi rakyat,” tegas Harry, yang menggambarkan kondisi yang mengkhawatirkan.
Senada dengan itu, Samaratul Fuad dari KIPP Sumatera Barat menyoroti sikap otoriter partai politik dalam menentukan calon pemimpin. “Mereka seolah-olah memiliki hak absolut dalam menentukan masa depan bangsa ini, sementara suara rakyat justru dikesampingkan,” ungkapnya. Ia menekankan bahwa perubahan harus dimulai dari kesadaran partai politik untuk mendengar dan menghargai aspirasi rakyat.
Maradis dari Bawaslu Dharmasraya juga menekankan peran penting lembaganya dalam menjaga integritas pemilu. “Bawaslu akan selalu berdiri di garda terdepan untuk memastikan pemilu yang jujur dan adil. Kami tidak akan tinggal diam menghadapi praktik-praktik kotor dalam politik,” ucap Maradis dengan semangat optimis.
Fenomena kotak kosong dalam Pilkada Dharmasraya menjadi topik yang paling menarik dalam diskusi ini. Para narasumber sepakat bahwa kotak kosong bukan sekadar simbol, melainkan bentuk perlawanan masyarakat terhadap praktik politik yang tidak sehat. “Kotak kosong adalah suara hati rakyat yang merindukan perubahan, dan ini harus menjadi peringatan bagi kita semua,” tegas Harry Efendi.
Di akhir diskusi, semua peserta sepakat bahwa perlawanan terhadap politik uang harus dimulai dari kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat. “Kita harus berani melawan praktik-praktik kotor ini. Pilihlah pemimpin yang amanah dan benar-benar peduli pada kepentingan rakyat,” seru Samaratul Fuad, mengajak untuk perubahan.
Diskusi publik ini menjadi momentum penting bagi masyarakat Dharmasraya untuk merenungkan masa depan demokrasi mereka. Dengan partisipasi aktif dan kesadaran politik yang tinggi, diharapkan praktik politik uang dapat dihapuskan dan demokrasi yang sehat serta bermartabat dapat terwujud di Indonesia. (*/Yh)
Dalam sambutannya, Wakil Rektor III Undhari, Amar Salahuddin, menekankan pentingnya menjaga demokrasi yang berintegritas dan peran kampus dalam membentuk generasi yang kritis. “Undhari adalah kawah candradimuka, tempat kita bersama-sama mencari solusi terhadap persoalan bangsa, termasuk praktik politik uang yang kian marak,” ungkap Amar, yang membangkitkan semangat diskusi.
Para narasumber yang hadir, termasuk Harry Efendi dari Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat (KMSS), Samaratul Fuad dari Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), dan Maradis dari Bawaslu Kabupaten Dharmasraya, mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap fenomena politik uang yang dianggap sebagai ancaman serius bagi masa depan demokrasi, terutama di daerah.
Harry Efendi, aktivis KMSS, mengkritik keras partai politik yang dianggap tidak menjalankan perannya sebagai penjaga demokrasi. “Fenomena kotak kosong dalam Pilkada Dharmasraya adalah bukti nyata bahwa partai politik sudah berubah menjadi kartel kekuasaan, bukan lagi sebagai penjaga aspirasi rakyat,” tegas Harry, yang menggambarkan kondisi yang mengkhawatirkan.
Senada dengan itu, Samaratul Fuad dari KIPP Sumatera Barat menyoroti sikap otoriter partai politik dalam menentukan calon pemimpin. “Mereka seolah-olah memiliki hak absolut dalam menentukan masa depan bangsa ini, sementara suara rakyat justru dikesampingkan,” ungkapnya. Ia menekankan bahwa perubahan harus dimulai dari kesadaran partai politik untuk mendengar dan menghargai aspirasi rakyat.
Maradis dari Bawaslu Dharmasraya juga menekankan peran penting lembaganya dalam menjaga integritas pemilu. “Bawaslu akan selalu berdiri di garda terdepan untuk memastikan pemilu yang jujur dan adil. Kami tidak akan tinggal diam menghadapi praktik-praktik kotor dalam politik,” ucap Maradis dengan semangat optimis.
Fenomena kotak kosong dalam Pilkada Dharmasraya menjadi topik yang paling menarik dalam diskusi ini. Para narasumber sepakat bahwa kotak kosong bukan sekadar simbol, melainkan bentuk perlawanan masyarakat terhadap praktik politik yang tidak sehat. “Kotak kosong adalah suara hati rakyat yang merindukan perubahan, dan ini harus menjadi peringatan bagi kita semua,” tegas Harry Efendi.
Di akhir diskusi, semua peserta sepakat bahwa perlawanan terhadap politik uang harus dimulai dari kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat. “Kita harus berani melawan praktik-praktik kotor ini. Pilihlah pemimpin yang amanah dan benar-benar peduli pada kepentingan rakyat,” seru Samaratul Fuad, mengajak untuk perubahan.
Diskusi publik ini menjadi momentum penting bagi masyarakat Dharmasraya untuk merenungkan masa depan demokrasi mereka. Dengan partisipasi aktif dan kesadaran politik yang tinggi, diharapkan praktik politik uang dapat dihapuskan dan demokrasi yang sehat serta bermartabat dapat terwujud di Indonesia. (*/Yh)