Padang – Partisipasi politik melampaui pemilihan umum dan mencakup demonstrasi serta pemanfaatan media sosial, menurut kajian sosiologi politik. Keterlibatan aktif warga negara dalam membentuk kebijakan publik menjadi sorotan utama.
Mahasiswa Ilmu Politik FISIP Unand, Khairul Syakban, menyatakan bahwa partisipasi politik sering disederhanakan sebagai aktivitas mencoblos. Padahal, partisipasi politik yang lebih luas mencerminkan interaksi antara negara dan warga, di mana warga memiliki hak untuk aktif membentuk kebijakan.
Khairul menambahkan, partisipasi masyarakat dalam pembangunan mencakup keterlibatan aktif dalam proses penentuan arah dan strategi kebijakan, menjadi fondasi kedaulatan rakyat dan pengawasan terhadap kekuasaan.
Kajian sosiologi politik menegaskan bahwa partisipasi politik mencakup berbagai bentuk keterlibatan masyarakat, mulai dari diskusi politik hingga unjuk rasa. Demonstrasi, meskipun sering dianggap anarkis, merupakan hak asasi yang dilindungi dalam negara demokrasi dan menjadi saluran partisipasi ketika cara-cara legal tidak efektif.
Era digital memperkuat relevansi partisipasi politik di luar bilik suara. Media sosial menjadi alat vital untuk menyebarkan informasi, mengorganisir gerakan, dan memobilisasi dukungan.
Meskipun Pemilu tetap penting, realitas menunjukkan keterbatasannya. Tingkat partisipasi yang menurun dalam Pilkada 2024 mengindikasikan adanya kelelahan politik dan kekecewaan terhadap kandidat. Oleh karena itu, partisipasi elektoral perlu dilengkapi dengan bentuk-bentuk partisipasi lain yang lebih langsung dan partisipatif.
Partisipasi politik harus dipandang sebagai sebuah kontinum yang mencakup berbagai aktivitas, dari diskusi hingga demonstrasi. Turun ke jalan adalah bentuk partisipasi politik yang sah, terutama ketika saluran-saluran representatif lainnya mengalami kebuntuan. Untuk membangun demokrasi yang sehat, seluruh spektrum partisipasi politik perlu dirayakan dan dilindungi.
Komentar