Padang – Aktivitas bangunan liar di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Megamendung, Kabupaten Tanah Datar, kembali beroperasi pasca penyegelan. Ombudsman Perwakilan Sumatera Barat (Sumbar) menyoroti lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran tersebut. Padahal, kawasan itu telah disegel pada Kamis (26/6/2025) oleh Kementerian Kehutanan bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar, TNI/Polri, dan pemerintah provinsi setempat.
Kepala Ombudsman Perwakilan Sumbar, Adel Wahidi, pada Minggu (29/6/2025) mengatakan, pemerintah dan aparat penegak hukum harus berani menindak tegas bangunan-bangunan liar atau tidak berizin di sepanjang kawasan TWA Megamendung. “Nyatanya setelah tahap penyegelan, aktivitas di kawasan TWA Megamendung kembali beroperasi,” katanya.
Menurut Adel, hal itu terjadi karena pemerintah dan instansi terkait tidak tegas atas kebijakan yang sudah dibuat sebelumnya. Akibatnya, bangunan liar di kawasan TWA Megamendung kembali beroperasi pasca penyegelan.
Ia menyarankan, apabila penyegelan itu diabaikan pengelola atau pemilik usaha di kawasan TWA Megamendung, agar dilakukan pembongkaran paksa. Hal ini sesuai dengan peringatan Kementerian Kehutanan yang menyebutkan TWA masuk ke dalam kawasan hutan dan dalam pengawasan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan.
Adel menambahkan, aturan itu juga menegaskan bahwa barang siapa dengan sengaja memutus, membuang atau merusak papan peringatan oleh atau atas nama penguasa umum yang berwenang, atau dengan cara lain menggagalkan penutupan papan peringatan, diancam pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan (Pasal 232 Ayat 1 KUHP).
Adel mewanti-wanti, apabila tidak ada ketegasan dalam menegakkan aturan di kawasan TWA Megamendung, maka bisa bermuara pada pembiaran jangka panjang, dan masyarakat semakin sewenang-wenang mendirikan bangunan liar. “Jadi, kalau mereka tidak patuh pada penyegelan itu maka seharusnya pemerintah atau pihak terkait langsung saja ke proses berikutnya, yakni pembongkaran paksa,” ujarnya pada Minggu (29/6/2025).
Terpisah, tokoh adat Nagari (desa) Singgalang, Kabupaten Tanah Datar, Yunelson Datuak Tumangguang, menyampaikan kekecewaannya atas eksekusi atau penutupan tempat pemandian dan aktivitas di sekitar kawasan TWA Megamendung tanpa adanya koordinasi terlebih dahulu dengan masyarakat setempat.
Datuak Tumangguang mengatakan, “Eksekusi ini tanpa adanya koordinasi pemerintah terutama gubernur,”.
Ia menambahkan, pascabanjir bandang yang melanda desa itu belum ada gubernur atau bupati berdiskusi dengan tokoh adat setempat. Padahal, setelah kejadian itu, pihaknya mengaku sudah mengundang gubernur untuk menyikapi kondisi yang terjadi.
Komentar