Padang – Gelombang demonstrasi mewarnai tahun 2025, mencerminkan kekecewaan publik terhadap kinerja lembaga legislatif. Aksi massa dipicu isu kenaikan tunjangan anggota dewan hingga tuntutan reformasi struktural.
Tingkat kepercayaan publik terhadap DPR hanya 45.8%, memicu aksi turun ke jalan. Data ini jauh di bawah kepercayaan terhadap institusi kepresidenan atau militer.
Gerakan “17+8 Tuntutan Rakyat” mengkonsolidasikan aspirasi dari 211 organisasi, serikat buruh, dan petisi daring. Puluhan ribu orang mendukung gerakan ini.
Tuntutan demonstran meliputi pembersihan parlemen, pengesahan UU Perampasan Aset, dan penghentian kekerasan aparat. Isu reformasi struktural menjadi fokus utama.
Demonstrasi menjadi mekanisme koreksi demokrasi saat komunikasi politik formal tersumbat. Aksi massa memaksa isu terpinggirkan menjadi agenda nasional.
Tekanan publik terbukti mampu memaksa revisi dan judicial review di Mahkamah Konstitusi. Energi jalanan merembes ke ruang kekuasaan.
Pemerintah seharusnya melihat demonstrasi sebagai umpan balik, bukan ancaman. Suara di jalanan menyoroti titik buta pembangunan.
Relevansi demonstrasi terletak pada kemampuannya memperluas definisi pembangunan. Pembangunan harus berpusat pada manusia, adil, dan berkelanjutan.
Komentar