Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah menunjukkan dampak positif dalam meningkatkan kehadiran, motivasi belajar, dan kesehatan fisik siswa, meskipun implementasinya menghadapi sejumlah tantangan struktural.
Data dari berbagai sekolah menunjukkan program MBG memberikan manfaat langsung, terutama dalam meningkatkan kesiapan belajar dan mengurangi kasus siswa yang tidak sarapan karena keterbatasan ekonomi. Studi kasus di SDN 3 Kepanjen, Kabupaten Malang, dan SMK Negeri 6 Medan menunjukkan peningkatan antusiasme siswa untuk hadir di sekolah karena memperoleh makanan gratis yang memenuhi sebagian Angka Kecukupan Gizi (AKG) harian.
Namun, implementasi MBG juga menghadapi kendala terkait tata kelola dan kesiapan infrastruktur. Distribusi makanan yang belum konsisten, minimnya fasilitas makan dan sanitasi, serta tidak tersedianya regulasi teknis yang baku menjadi tantangan operasional.
Opini publik menunjukkan dukungan terhadap program ini, namun juga kekhawatiran terkait keberlanjutan anggaran dan potensi penyimpangan. Masyarakat menilai MBG sebagai upaya nyata untuk meningkatkan kualitas gizi dan mengurangi beban pengeluaran keluarga, namun muncul kekhawatiran terkait akuntabilitas anggaran dan besarnya beban fiskal yang harus ditanggung negara.
Selain itu, implementasi MBG dinilai belum sepenuhnya terintegrasi dengan pendidikan gizi dan kurikulum sekolah. Berbagai penelitian menegaskan bahwa keberhasilan intervensi gizi sekolah membutuhkan kombinasi antara penyediaan makanan, edukasi gizi, dan pembiasaan pola hidup sehat.
Pemerintah perlu memperbaiki tata kelola, memperkuat infrastruktur sekolah, memperjelas regulasi, serta mengintegrasikan program dengan pendidikan gizi yang terstruktur untuk mengoptimalkan efektivitas program. Dengan demikian, MBG berpotensi menjadi instrumen strategis dalam mendorong lahirnya generasi yang lebih sehat, cerdas, dan produktif menuju visi Indonesia Emas 2045.





Komentar