Padang – Pepatah Minangkabau “Sayang ka anak di lacuik, sayang ka nagari ditinggakan” menyoroti lunturnya semangat kolektivitas dan tanggung jawab sosial terhadap kampung halaman di kalangan masyarakat Minangkabau modern.
Pepatah ini bermakna lebih sayang pada anak daripada nagari. Hal ini menggambarkan ketidakseimbangan perhatian antara urusan pribadi dan kepentingan bersama.
Kondisi ini tercermin dalam fenomena perantauan dan menurunnya ikatan emosional terhadap nagari.
Banyak perantau sukses yang enggan terlibat dalam pembangunan nagari, meski memberikan sumbangan materi saat Lebaran.
Fenomena perantauan menciptakan jarak emosional antara individu dan nagari asalnya, menyebabkan generasi muda mengalami krisis keterikatan.
Sistem adat Minangkabau menekankan keseimbangan antara kepentingan individu dan komunitas, serta hubungan dengan Tuhan.
Beberapa nagari di Sumatera Barat berhasil mandiri berkat semangat kolektivitas warga perantauan dan masyarakat lokal.
Pendidikan nilai sejak dini penting untuk menjaga keseimbangan antara kasih sayang kepada keluarga dan komitmen terhadap nagari.
Salah satu langkah nyata adalah membentuk forum komunikasi perantau yang aktif dan responsif terhadap isu-isu nagari.
Pepatah ini mengajak untuk merenung dan menghidupkan kembali semangat kolektivitas dalam membangun nagari.
Nagari bukan sekadar tempat tinggal, tetapi identitas, sejarah, dan masa depan masyarakat Minangkabau.








Komentar