Padang – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menjadikan Sarinah, pengasuh Presiden pertama RI Soekarno, sebagai simbol perjuangan perempuan dan rakyat tertindas. Sosok Sarinah menjadi inspirasi ideologi GMNI yang berlandaskan nasionalisme dan Marhaenisme, ajaran Soekarno yang menentang segala bentuk penindasan.
Penetapan “Sarinah” sebagai sapaan untuk kader perempuan GMNI dilakukan sejak Rapat Kerja Nasional (Rakernas) GMNI tahun 1977. Penghargaan ini terinspirasi dari buku “Sarinah” karya Soekarno yang mengulas peran penting perempuan dalam pembangunan bangsa. Sementara itu, kader laki-laki GMNI disapa dengan “Bung”.
Gagasan Soekarno dalam buku “Sarinah” memengaruhi ideologi, strategi kaderisasi, dan gerakan sosial GMNI. Organisasi ini menafsirkan konsep “Sarinah” sebagai representasi perjuangan kaum perempuan dan rakyat tertindas, baik dalam konteks sejarah maupun masa kini.
GMNI menempatkan diri sebagai organisasi perjuangan rakyat kecil sesuai dengan ajaran Marhaenisme. Sarinah, sebagai perempuan desa yang mendidik Soekarno untuk mencintai rakyat, dijadikan panutan. Dalam materi kaderisasi GMNI, dijelaskan bahwa “Sarinah mengajari Soekarno untuk mencintai rakyat (orang kecil)”.
Konsep Sarinah juga dimasukkan ke dalam kurikulum ideologi GMNI. Materi Pelatihan Pembentukan Anggota Baru (PPAB) GMNI memuat “Pengantar Sarinah” untuk menjelaskan sejarah perjuangan perempuan menurut pandangan Soekarno. GMNI memaknai Sarinah tidak hanya sebagai sapaan, tetapi juga sebagai panggilan revolusioner bagi perempuan untuk menjadi “progresif-revolusioner” dan berkontribusi dalam menyelesaikan persoalan bangsa.








Komentar